Pondok Pesantren Al-Hanifiyyah di Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menjadi saksi bisu dari kejadian tragis yang mengguncang masyarakat. Empat santri ditangkap terkait penganiayaan sesama santri hingga menyebabkan kematian di lingkungan pesantren tersebut.
Kapolres Kediri Kota, AKBP Bramastyo Priaji, mengonfirmasi bahwa kepolisian menindaklanjuti laporan dari keluarga korban. Meskipun laporan tersebut diajukan di Banyuwangi, Polres Kediri Kota tetap memprosesnya dengan serius, melakukan olah tempat kejadian perkara, dan memeriksa sejumlah saksi.
Keempat tersangka yang ditangkap adalah MN (18) dari Sidoarjo, MA (18) dari Kabupaten Nganjuk, AF (16) dari Denpasar, Bali, dan AK (17) dari Surabaya. Korban yang merupakan adik kelas para pelaku adalah BM (14), asal Banyuwangi.
Bramastyo Priaji menjelaskan bahwa motif penganiayaan terjadi berulang kali dan diduga disebabkan oleh kesalahpahaman di antara para pelajar tersebut. Penganiayaan tersebut bukan kejadian pertama kali, tetapi telah terjadi berulang kali sebelum akhirnya menimbulkan korban jiwa.
Lebih lanjut, polisi mengungkap bahwa para pelaku merasa frustasi karena korban sulit untuk diajak berkomunikasi, terutama dalam hal ketaatan beragama. Para pelaku dan korban tinggal dalam satu kamar di pesantren dan telah berusaha menasihati korban terkait kewajiban salat berjemaah.
Namun, kesalahpahaman semakin memanas ketika korban tidak menaati nasihat mereka. Bahkan, saat korban keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang, para pelaku menganggapnya sebagai tindakan provokatif.
Kondisi semakin memburuk saat korban kembali menolak untuk ikut salat berjemaah. Para pelaku kemudian memerintahkan korban untuk salat, namun korban memilih untuk mandi terlebih dahulu. Saat itulah situasi semakin memanas, dan akhirnya, korban dianiaya secara fisik.
Para pelaku mengaku frustasi karena korban tidak merespons nasihat mereka dengan baik. Mereka menyatakan bahwa pemukulan terhadap korban terjadi dalam keadaan emosi sesaat.
Kasus ini menjadi sorotan publik setelah video kemarahan keluarga korban terhadap pria yang mengantarkan jenazah korban viral di media sosial. Darah masih bercucuran dari kain kafan korban, menyiratkan kekejaman dari tindakan yang terjadi di dalam pesantren.
Kini, para pelaku akan menjalani proses hukum yang berlaku sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Penegakan hukum diharapkan memberikan keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat umum. Kasus ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan kondisi dan pendidikan di lingkungan pesantren serta menegaskan pentingnya pembinaan dan pemantauan terhadap perilaku santri agar tidak terjadi tragedi serupa di masa depan.
Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk lebih memperhatikan aspek keamanan dan pendidikan di lingkungan pesantren, sehingga pesantren dapat menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi pertumbuhan spiritual dan intelektual santri.